Jumat, 08 Desember 2017

Matematika Allah Memang Berbeda



Matematika Allah memang berbeda. Jahatnya pelakor pun tak akan mampu mengubah rumusnya. 
Sebuah motivasi hidup tentang perjalanan cinta, karir dan bisnis, bagi yang pernah jatuh bangun melaluinya. 

Sebut saja namanya Mbak R.

Aku mengenalnya sejak tahun 2005 kuliah di UB. 

Tahun itu, mbak R yang masih manten anyar baru merintis usaha jualan buku. Awalnya melapak dengan tikar dan berjualan di depan sekolah-sekolah saat jam istirahat atau jam-jam jemputan.


Sebelumnya, Mbak R bekerja sebagai karyawati sebuah kantor di pabrik. Kemudian pada tahun 2002 kepincut seorang lelaki penjual stiker di pinggir jalan. Sebut saja mas U. 

Sebelum menikah, Mbak R selalu menyisihkan gaji dari kantornya untuk diberikan kepada Mas U agar bisa dipakai untuk modal usaha. Setelahnya mbak R resign dan meminta Mas U agar berhenti berjualan stiker di pinggir jalan, kemudian memulai usaha dagang buku. 

Mereka mulai jualan buku dari depan gerbang sekolah satu ke sekolah yang lain. 
Saat usaha berjalan dan terkumpul dana untuk biaya walimah, akhirnya mereka menikah dengan sederhana di rumah orangtua Mbak R.

Alhamdulillah tahun 2005 pasangan ini sudah bisa menyewa sebuah lapak di sebuah pasar buku di kota Malang dan mulai berjualan di sana. Dan saat itu pula aku pertama kali bertemu dengannya. Aku membeli kamus Oxford bareng Eko Fian Mashamba saat itu. Maklum tahun itu jaman Maba yang sedang berusaha berhemat-hemat ria. Kalau harus membeli kamus Oxford di Gramedia mahal sekali. Yang ukuran saku saja harganya sudah 75ribu rupiah. Padahal saat itu nasi pecel cuma 1500, dan jika nambah telur ceplok  juga cuman 1800.

Setelah itu aku lama tak ke pasar buku itu lagi. 

Tahun 2008 aku kembali ke pasar buku itu lagi untuk berburu buku-buku kuliah semacam Grammar Betty Azhar dll. Jadi bertemu lagi dengan Mbak R ini. Tak disangka Mbak R dan suaminya saat itu sudah memiliki 6 kios sekaligus.

Saat itulah masa emas bagi beliau, usaha lancar, bisa beli rumah baru, mobil dan segala macam kebutuhan. Jadi serba berkecukupan. 

Saat itu mereka mampu mengendalikan trend penjualan buku-buku terkini karena suami istri inilah pemegang tender penerbit-penerbit yang menitipkan bukunya di sana. Sebagai gambaran, beliau jual buku apa, maka hampir seluruh lapak di Pasar buku tersebut akan menjual buku yang sama.

Bagaimana tidak? Mas U lah yang menyuplai stok buku di setiap lapak. Mas U rutin ke pasar Senen Jakarta untuk kulakan buku-buku dan kemudian didrop ke pasar buku Malang ini. Bahkan bisa mendapatkan buku-buku original dengan harga sangat miring. Sebut saja buku-buku dan novel terbitan Airlangga, Mizan, Gramedia dll yang kebetulan retur dan akhirnya anjlok harga. 

Saat jualan, ke pembeli yang lain mereka menawarkan harga standar. Tapi kalau kepadaku, selalu dikasih harga terbaik. Jadi murah buatku, dan beliau masih untung beberapa ribu. 

Mungkin capek menghadapi pelanggan sepertiku yang saat menawar harga bisa sampai berjam-jam lamanya. 

Pernah pas Ramadhan aku tanya, "Mbak yang ini berapa?" Sambil menunjuk dua buah novel berjudul "The Last Empress" dan "Perempuan Suci" aka The Holly Woman karya emas Ibu Qaisra Shahraz. 
Beliau jawab, "Ah sudah siang aku dah capek, laper, males debat. Wes langsung kukasih 17ribuan saja"
Padahal buku berjudul The Last Empress itu harganya di Gramedia masih 74 ribu. Tapi karena kebetulan itu hasil dari kulakan di warehouse penerbitnya, jadinya murah.
 
Dan sejak saat itulah aku tak perlu menawar lagi setiap beli buku ke beliau. Langsung dikasih harga terendah. Alhamdulillah. 

Namun yang namanya hidup, kadang di atas, kadang di bawah. 

2014 
Suatu malam Mbak R disuruh Mas U untuk menata buku yang baru datang di kios. Sampai semalaman beliau memberesi buku-buku itu dan menatanya di kios-kios mereka. Tetapi malam itu juga beliau memergoki suaminya selingkuh di sebuah kosan cewek di daerah universitas Katholik. 

Sebetulnya beliau sudah mulai curiga sejak lama kalau suaminya ini suka main perempuan dan diam-diam suka mabuk-mabukan. Tapi tak punya cukup bukti. Dan baru malam itulah beliau mendapati justru karyawatinya sendiri lah yang jadi pelakor rumah tangga mereka. 

Suaminya juga sering melakukan tindakan KDRT karena alasan sepele.

Setelahnya, mulai ada gosip-gosip tak sedap dari kanan kiri tentang perilaku suaminya. Tapi mbak R masih berusaha tahan diri. Diam. Bagi beliau, menutup aib suami itu penting dan urusan dalam rumah tangga jangan sampai terdengar keluar. 

Tapi malam itu jadi puncaknya. 

Dan sejak kepergok itu, suaminya justru semakin menjadi-jadi KDRTnya. Pernah saat berkunjung ke toko bukunya, kulihat wajah beliau lebam dan memar-memar. Padahal Mbak R dalam kondisi mengandung Putri kedua mereka. Saat sudah tak tahan lagi, Mbak R pun minta cerai.

Sidang perceraian dimulai saat bayi dalam kandungan beliau tinggal menunggu hari untuk lahir.
Sidang berlangsung alot sampai beberapa kali. Bahkan saat sampai pada masalah pembagian harta gono-gini Mbak R kalah. Beliau tak bisa menuntut harta gono-gini karena Mas U begitu licik menggunakan jasa pengacara. Aset-aset mereka berupa 6 kios buku, rumah, mobil dll sudah diatasnamakan si pelakor semua. Jadi di pengadilan mas U dianggab tak punya harta apapun yang bisa dituntut gono-gininya. 

Waktu itu Mbak R sudah tak punya apa-apa, apalagi ongkos untuk membayar pengacara. Karena satu-satunya harta yang tersisa berupa cincin kawin sudah beliau jual untuk membayar biaya rumah sakit salah satu asisten jualannya. 

Jadi sepeserpun beliau tak mendapatkan bagian dari harta kekayaan mereka. Padahal kewajiban mengasuh kedua anak dilimpahkan kepadanya. 

Yang paling parah, Mas U tak mengakui anak kedua mereka yang lahir beberapa waktu kemudian sebagai anaknya. 

Sejak saat itu Mbak R dipulangkan ke rumah orangtuanya. Selama setahun penuh hidup dalam kondisi terkatung-katung, untuk makan sehari-hari jadi harus berhutang ke tetangga, beliau jual apa yang bisa dijual, dan uang hasil penjualannya dipakai untuk modal usaha sebisanya. 

Karena dana modal yang terbatas, beliau jualan kerupuk harga 500an dan jualan jus ke anak-anak sekolah. Awalnya di lapak saja jualannya. Tapi karena tak laris, akhirnya beliau keliling. Jusnya diwadahi plastik dan dijual keliling juga. 

Setiap hari bisa membawa pulang keuntungan antara 10 sampai 20 ribu. Itupun tetap sambil menyicil bayar hutang ke tetangga-tetangga. Sedang mengasuh bayi pula, yang pastinya butuh susu, popok dan segala macam pernak-perniknya. 

Orangtuanya sampai bertanya, "Nduk, apa kamu gak malu berjualan keliling seperti ini?"
Mbak R hanya menjawab, "Demi anak-anak untuk apa saya harus malu, bukankah kita dulu juga hidup susah Bu?"

Pernah saat Putri pertamanya mau masuk SD dan beliau betul-betul buntu, beliau nekat menelpon Mas U dan bertanya apakah mau membiayai putrinya masuk sekolah. Bagaimanapun anak itu kan masih anaknya juga. Tapi jawaban Mas U sangat menyakitkan. Dia menolak membiayai putrinya sendiri dan bilang, "Dia kan ikut kamu, soal biaya sekolahnya ya urusanmu"

Sejak saat itu Mbak R tak pernah sudi lagi meminta apapun dari mantan suami. 

Tapi saat beliau ingin menghubungi teman-teman yang mungkin bisa dimintai bantuan, ternyata tak bisa karena saat proses cerai HPnya diambil oleh si pelakor dan diformat sampai hilang semua kontak. Betul-betul ular pelakor ini. 

Tapi terkadang, pertolongan Allah datang dari tempat dan waktu yang tak terduga bukan? Dalam kondisi seperti itu datanglah salah satu asisten yang dulu pernah dibiayai Mbak R saat opname di rumah sakit. Ternyata gadis ini adalah putri dari seorang wakil walikota di kota sebelah. Katanya gadis ini juga lama mencari Mbak R kesana-kemari. Setiap datang dan bertanya dimana Mbak R ke lapak pasar buku, yang jaga kios kebetulan perempuan pelakor itu. Dan pelakor itu hanya jawab, "Mbak R di rumahnya ngurus anak" tapi tak tahu rumah yang mana. 

Saat di angkot, gadis ini bertemu dengan rekan jualan Mbak R. Kebetulan masih ingat. Dari rekan Mbak R inilah si Putri wakil walikota ini menemukan rumah Mbak R. Saat bertemu sampai menangis haru katanya. Sebagai tanda terimakasih dulu pernah ditolong oleh Mbak R, gadis ini menawarkan akan menyuplai susu dan kebutuhan bayi Mbak R. 

Tak sampai di situ. Kemudian datang lagi satu sahabat Mbak R, bilang, "Mbak aku tak bisa bantu banyak, tapi aku ada ini" sambil menyerahkan sebuah surat BPKB, 
"Kalau peyan butuh BPKB ini bisa peyan gunakan buat jaminan pinjam dana, mungkin buat modal usaha peyan nantinya" 

Akhirnya dengan modal BPKB itu Mbak R mulai bisa jualan buku lagi kecil-kecilan. Seperti awal usahanya dulu, beliau jualan dengan tikar di depan sekolah-sekolah. 

Bantuan pun belum berhenti. Ada salah satu sahabat yang simpati ke beliau. Kebetulan sahabat ini habis membeli sebuah ruko di belakang komplek pasar buku. Dia menawarkan, kalau mbak R mau buka usaha jualan buku, ruko itu bisa dipakai. Tak perlu memikirkan sewa. Pokoknya pakai saja, katanya. 
Mbak R sempat sungkan dan bertanya kalau beli ruko di situ mengapa tak digunakan buat usaha sendiri saja? 

Tapi sahabatnya itu kekeuh, Mbak R tak boleh menolak tawarannya. 

Akhirnya Mbak R buka toko buku di situ dengan modal seadanya tadi. Buku-buku yang beliau pajang juga masih sedikit sekali. 

Sampai titik ini, ternyata masih ada saja kendalanya. Mantan suaminya tak senang Mbak R buka lapak buku di situ. Mantannya itu datang ke ruko lalu mencibir, "Modal saja gak punya kok mau buka usaha jualan buku segala"

Lalu mantan suaminya itu mengancam, "Pokoknya kalau kamu nekat buka toko di sini, kamu akan jadi musuhku (saingan) seumur hidup!"

Padahal apa salah Mbak R jualan di situ. Lagian itu juga buat cari rejeki halal, buat menghidupi anak-anaknya si U ini juga kan. 

Alhamdulillah tak terlalu digubris.

Pelan-pelan Mbak R mulai menjalankan usahanya. Memang tak bermodal besar. Tapi beliau punya tekad dan dendam positif. Hal-hal yang menyakitkan sebelumnya beliau gunakan sebagai pelecut semangat untuk terus berusaha dan berkembang. Alhamdulillah bisa berjalan lancar dan usahanya cukup maju. Dalam kurun waktu dua tahun beliau sudah bisa membangun kembali jaringan penjual buku yang saling menyuplai stok. Jadi penjualannya sekarang malah sudah antar pulau. 

Alhamdulillah sukses. Meskipun di antara itu semua, beliau juga masih terus menghadapi fitnah dari si pelakor. Untungnya orang-orang di pasar buku lebih percaya Mbak R.

Lama tak jumpa dan aku juga tak tahu beliau ada di mana, Alhamdulillah akhirnya dipertemukan kembali November tahun 2017 lalu.

Bermula saat temanku Anang Tri lewat pasar buku, tapi iseng lewat jalan belakang. Untuk apa sebenarnya? Tapi yang namanya takdir, justru saat iseng lewat jalur belakang pasar buku itulah dia jadi menemukan sebuah kios buku yang di dalamnya ada mbak R. 

Anang langsung kabar-kabar kepadaku. Aku senang sekali mbak R sudah ketemu. Mengingat nomer hapenya yang lama sudah tak bisa dihubungi (dihanguskan oleh si pelakor).

Jadi saat habis survei tempat untuk acara Muscab FLP Malang, aku sempatkan main ke pasar buku. Ternyata masih tutup. Jadi aku menunggu si Bogie datang saja. Pas Bogie datang, kami kembali melewati toko yang dimaksudkan oleh Anang. Tetap belum buka. 

Jadi nongkrong saja di pasar buku sambil mengobrol dengan Bogie sampai dhuhur. Bakda dhuhur kami pulang. Tapi aku masih penasaran jadi lewat lagi di depan toko. Ada seorang ibu-ibu berjilbab sedang membuka pintu toko. Dari belakang posturnya mirip Mbak R, tapi aku masih belum yakin, jadi aku tunggu sampai berbalik arah. Setelah menghadap depan ternyata memang Mbak R. Beliau sekarang berjilbab. 

Heboh sekali suasana saat kami bertemu kembali.

Dari penampilannya, mbak R sudah tak se-clink dulu. Sebelumnya Mbak R itu tak berjilbab, meskipun rada Chubby tapi clink bersih dan cantik. 

Saat bertemu lagi sudah agak kusam, tangan tampak kasar dan pakaiannya sangat bersahaja. Ya mungkin itu hasil jumpalitan berjuang buat anak-anak tiga tahun terakhir. Sampai tak sempat merawat diri. Tapi yang membedakan itu justru wajahnya sekarang tampak lebih teduh dan damai.

Yang membuat trenyuh itu, anak keduanya tak diakui oleh bapaknya. Sampai anak kedua iki (6 tahun) sering bertanya, "Ibuk, memangnya dia bapakku? Bukannya dia bapaknya kakak?" (Anak pertama)
Tapi anak-anaknya ini masih beliau nasehati kalau bertemu bapaknya harus Salim dan cium tangan. Bagaimanapun Mas U masih bapak mereka. Dan suatu saat jika mereka menikah, mereka juga masih membutuhkan dia sebagai wali sah, katanya.

Beliau sempat menasehatiku, apapun cobaan yang menimpaku, kehilanganku maupun musibah yang datang padaku, semata-mata karena Allah sayang dan hendak meningkatkan derajat taqwaku. 
Allah tak pernah menguji di luar kemampuan hamba-Nya. Maka saat diuji dengan cobaan seberat apapun, percaya saja kalau kita mampu melaluinya. 

Saat punya usaha, harus berani memulai dari kecil, tidak berhenti berproses, tak mandeg belajar serta punya target dan cita-cita yang jelas. 

Insya Allah jalan itu selalu ada, katanya. Karena matematika Allah memang berbeda dari matematika kita. Apa yang kita perhitungkan mustahil, belum tentu sejalan dengan kehendak-Nya. 
Itu yang membuatku hampir mewex 😭

Jadi ingat bahwa November 2017 lalu aku habis kehilangan sesuatu yang cukup signifikan nilainya. Sempat berpikir berat. Padahal, ternyata masih banyak orang di sekitar yang cobaannya jauh lebih berat.
Kok ya bisa pas sekali nasehatnya saat itu. Padahal beliau kan tak tau apa yang sedang menimpaku.
Mungkin kisah beliau bisa kita jadikan bahan renungan untuk kemudian kita aplikasikan ya kawan.
Dan kemarin, aku sempatkan kembali mengunjungi beliau bersama Istri. 

Alhamdulillah masih sehat dan tetap semangat meskipun usaha penjualan buku sedang tak menggeliat.



1 komentar: